Minggu, 31 Oktober 2010

1.Pengertian ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
2.Contoh etika dimasyarakat
 a.Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika.
 b.barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
 c. - Perbuatan-perbuatan yang tak melanggar norma agama
 d.  Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.
 e. Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan atau sesuai dengan kehendak Tuhan


3. Contoh dari Etiket : Misalnya ketika kita bertemu denganorang yang lebih tua dari kita, kita sehendaknya menyapa terlebih dahulu dengan menundukkan kepala kita . Dengan kata lain, etiket adalah tata krama atau sopan santun. Di dalamnya terkandung kumpulan cara-cara sikap bergaul yang baik diantara orang-orang yang telah beradab. Jadi etiket lebih membahas “apa yang sopan dan pantas”.

4. pendapat saya mengenai hedonisme ialah :

“Hedonisme yang merupakan tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan . Ada tiga sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang buruk; (2) hedonisme rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagian atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat; dan (3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.